Gagasan Media Penyiaran Berbasis Dana Zakat

Saya adalah Radio Rodja Mania. Bagi saya, radio yang berada di frekuensi AM 756 KHz ini spektakuler. Dia mampu mematahkan teori-teori media massa, salah satunya adalah ketergantungan media pada rating dan iklan. Lembaga pemeringkat mana yang mengeluarkan data-data secara berkala untuk Radio Rodja? Tidak ada. Dan memang, radio ini pun tidak butuh data-data rating yang dikeluarkan lembaga pemeringkat semacam AC Nielsen, karena hidupnya tidak dari iklan.

Dibanding pesaingnya, yakni Radio Islam Sabili dan Radio Silaturahmi, Radio Rodja jauh lebih menarik. Kru radio mampu memberikan suguhan konten-konten yang enak di telinga. Kreativitas audio dikemas secara apik, tanpa menghilangkan keyakinan mereka bahwa musik adalah haram. Potongan-potongan tilawah Al Quran dikemas dengan sound-sound efek seperti suara angin, petir, tangisan bayi, kicauan burung dan lain sebagainya.

Anda bisa membuktikannya, setiap pergantian program, radio ini menyuguhkan bridging filler-filler audio yang menarik. Saya yakin, editor audio yang bekerja di stasiun radio ini, memiliki jam terbang yang tinggi dengan kreatifitas imajinasi yang luar biasa.

Bayangkan, tanpa musik ilustrasi, background musik ataupun efek musik lainnya, radio ini mampu menghadirkan audio yang menggugah hati. Misalnya, ketika membicarakan azab, filler-filler yang disuguhkan adalah tilawah Al Quran tentang neraka, disertai voice over seorang ustadz yang menangis tersedu sedan. Samar-samar ada juga sound effect angin kencang yang disertai petir.

Atau ketika filler audio membincangkan surga, ayat yang dihadirkan adalah tentang gambaran keindahannya. Ada sound efek gemericik air dan burung-burung yang berkicau riang. Jadilah dramatisasi audio yang berkelindan tanpa musik sama sekali. Amazing!

Jangkauan radio ini pun semakin luas karena didukung dengan fasilitas live streaming melalui websitenya di http://radiorodja.com/ .  Radio Rodja mampu mengungguli media-media Islam lainnya. Selain mampu menarik pendengar fanatik, radio ini pun memosisikan diri sebagai stasiun yang menebar cahaya sunnah.

Anda juga bisa menyaksikan teknologi yang ditawarkan radio ini tidak kalah dengan radio-radio di frekuensi FM. Suaranya sama jernih, sementara, jangkauan AM yang lebih luas adalah kelebihan lain radio milik kelompok Salafi ini.

Media Massa Berbasis Dana ZISWAF

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Asian Development  Bank (ADB) pernah menyebutkan potensi dana zakat, infak dan shadaqah di Indonesia mencapat Rp214 triliun setiap tahunnya. Umat Islam memiliki potensi kekuatan ekonomi yang sedemikian besar. Jika saja, kekuatan ini digunakan untuk mengimbangi perang opini di media-media arus utama nasional dan internasional, maka dana segitu sudah lebih dari cukup.

Untuk mewujudkan gagasan ini, ulama, praktisi media, ekonom, ormas Islam dan seluruh elemen yang memiliki kepedulian terhadap nasib kaum muslimin, bersama-sama membangun sebuah kekuatan opini, melalui kehadiran media massa bertaraf internasional.

Secara syariat, penggunaan dana zakat dikhususkan pada delapan asnaf (golongan), salah satunya adalah fi sabilillah. Maknanya bisa juga diartikan sebagai perjuangan kaum muslimin di bidang media massa. Perang opini yang semakin menyudutkan umat Islam, menyebabkan pentingnya kehadiran media-media Islam yang memiliki kekuatan besar dan berpengaruh.

Saya ingin melempar satu gagasan lahirnya satu stasiun televisi umat Islam yang berbasis dana ZISWAF. Di tengah hiruk pikuknya stasiun-stasiun televisi saat ini, kehadiran televisi umat Islam dirindukan oleh banyak pihak. Program-program yang ditayangkan tentunya sesuai dengan harapan umat, yang ingin terlepas dari belenggu korporasi-korporasi raksasa pemilik stasiun televisi.

Mengaca pada radio Rodja, umat Islam sesungguhnya memiliki kemampuan untuk menguasai teknologi kekinian di bidang penyiaran. Selain itu, banyak pula aktivis-aktivis dakwah yang bekerja di media-media penyiaran, namun harus bertabrakan dengan kepentingan para pemilik modal. Dengan kenyataan tersebut, sebenarnya kaum muslimin memiliki dua potensi besar untuk melahirkan sebuah media penyiaran yang berpengaruh, yaitu dana besar & SDM yang terampil dan professional.

Era digital siaran sudah di depan mata, dan memungkinkan banyak pihak untuk bermain di kanal-kanal baru. Kesempatan ini bisa digunakan para aktivis dakwah dan tokoh-tokoh Islam untuk berjihad di bidang penyiaran.

Setelah mengantongi izin siaran, hal yang harus dipikirkan adalah konten tayangan. Tentunya, tayangan yang disuguhkan kepada para pemirsa adalah benar-benar berbeda dengan televisi yang ada saat ini. Selain memberikan informasi yang benar tentang Islam, stasiun televisi juga digunakan sebagai sarana dakwah yang efektif. Para aktivis dakwah harus terpacu untuk menjadi televisi yang terdepan, yang tentu saja bukan hanya jargon, tapi dibuktikan melalui kinerja dan kualitas tayangan. (*)

 

 

Tinggalkan komentar